APAKAH HIDANGAN MAKANAN DALAM TAHLILAN DILARANG?

07/11/2012 18:30

  Dibawah ini kami sebutkan Hadits Rasulullah dan Atsar Shohabah yang menjelaskan bahwa Rasulullah dan sahabat pernah makan dan menghidangkan makanan dalam acara kematian:

 

Dari kitab Sunan Abi Daud no. 3332 ; As-Sunanul Kubrra lil-Baihaqi no. 10825 ; Musnad Imam Ahmad juz 5 hal 293-294. sunan Darul Qutny juz 4 hal 685 yang berbunyi sebagai berikut:

 

عن عاصم ابن كليب عن أبيه عن رجل من الأنصار: قال خرجت مع رسول الله صلي الله عليه وسلم في جنازة فرأيت رسول الله صلي الله عليه وسلم وهو على القبر يوصى الحافر يقول أوسع من قبل رجليه أوسع من قبل رأسه  فلما رجعنا إستقبله داعي إمراته فأجاب ونحن معه فجيئ بالطعام فوضع يده ثم وضع القوم فأكلوا فنظرنا إلى رسول الله صلي الله عليه وسلم يلوك لقمة في فيه ثم قال أجد لحم شاة أخذت بغير إذن أهلها فأرسلت المرأة تقول يا رسول الله إني أرسلت ألى النقيع وهو موضع يباع فيه الغنم ليشترى لي شاة فلم توجد فأرسلت إلى جارلي قد اشترى شاة أن يرسل بـها إليّ بثمنها فلم يوجد فارسلت إلى إمراته فار سلت إليّ بـها فقال رسول الله صلي الله عليه وسلم أطعمي هذا الطعام الأ سرى

 

“Kami keluar bersama Rasulullah SAW. pada sebuah jenazah, maka aku melihat Rasulullah SAW berada diatas kubur berpesan kepada penggali kubur : “perluaskanlah olehmu dari bagian kakinya, dan juga luaskanlah pada bagian kepalanya”, Maka tatkala telah kembali dari kubur, seorang wanita mengundang (mengajak) Rasulullah, maka Rasulullah datang seraya didatangkan (disuguhkan) makanan yang diletakkan dihadapan Rasulullah, kemudian diletakkan juga pada sebuah perkumpulan (sahabat), kemudian dimakanlah oleh mereka. Maka ayah-ayah kami melihat Rasulullah SAW  makan dengan suapan, dan bersabda: “aku mendapati daging kambing yang diambil tanpa izin pemiliknya”. Kemudian wanita itu berkata : “wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah mengutus ke Baqi’ untuk membeli kambing untukku, namun tidak menemukannya, maka aku mengutus kepada tetanggaku untuk membeli kambingnya kemudian agar di kirim kepadaku, namun ia tidak ada, maka aku mengutus kepada istrinya (untuk membelinya) dan ia kirim kambing itu kepadaku, maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “berikanlah makanan ini untuk tawanan”.

 

Dari kitab Fathul Barijuz 1 hal 146, kitab Taaj El Jami’ Lil Ushul juz 3 hal 208. yang berbunyi sebagai berikut:

 

عن عائشة رضى الله عنها:  أنـها كانت إذا مات الميت من أهلها فاجتمع لذلك النساء ثم تفرقن إلا أهلها وخاصتها  أمرت ببرمة من تلبينة  فطبحت ثم صبت على ثريد ثم قالت كلن.  رواه الشيخان

 

Dari Aisyah RA. Sesungguhnya dia (aisyah) tatkala ada salah seorang dari pihak keluarganya yang meninggal maka wanita wanita tetangganya berkumpul dirumahnya kemudian mereka bubar kecuali keluarganya maka ia (aisyah) memerintahkan untuk memasak “talbinah”  kemudian dituangkan diatas bubur kemudian berkata: makanlah, (HR Bukhori Muslim)

 

Hadits yang Diriwayatkan Oleh Thabrani Dalam kitab Al Kabir lihat Di Mujamma’ Az Zawaid Dan Manba’ Al Fawaid Lil oleh Hafid Nuruddin Ali bin Abi Baker Al Haytsami juz 3 hal 5 yang berbunyi sebagai berikut:

 

عن مريم بنت فروة: أن عمران بن حصين لما حضرته الوفاة قال إذا أنامت فشدوا على بطنى عمامة وإذا رجعتم فا نحروا وأطعموا

 

Dari Maryam Binti Farwah, bahwa Imran Bin Hushoin tatkala meninggal berkata : jikalau aku telah mati, maka ikatlah diatas perutku surban dan jikalau kalian kembali maka berkorbanlah (menyembelih hewan) dan bersedekahlah dengan itu.

 

Hadits yang diriwayatkan oleh  Al-Imam Ahmad dalam Al-Zuhd, Al-Hafizh Abu Nu’aim, dalam Hilyah al-Auliya juz 2, hal.12  dan al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-Mathalib al-’Aliyah, juz 5, hal. 330, dari kitab Al Hawi Lil Fatawa Lil Hafidz As Suyuthi juz 2 hal 168.

 

 

عن طاووس بن كيسان وعن عبيد بن عمير ومجاهد: (إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعاً فكانوا يستحبون أن يطعم عنهم تلك الأيام) ، وفي بعض الروايات “من يوم دفن الميت”

 

Dari Imam Thawus bin Kaysan dari Ubaid Bin Amir dan Mujahid “Sesungguhnya orang yang meninggal akan diuji di dalam kubur selama tujuh hari, oleh karena itu mereka (kaum salaf) menganjurkan bersedekah makanan bagi keluarga yang meninggal selama tujuh hari tersebut.” dan di sebagian riwayat disebutkan dengan perkataan “dari hari dikuburnya si mayyit)

 

Dari Kitab Al Mathalib Al Aliyah juz 1 hal 198-199

 

عن أحنف بن قيس: كنت أسمع عمر يقول لايدخل أحد من قريش في باب إلا دخل معه ناس فلا أدري ما تأويل قوله حتي طعن عمر فأمر صهيبا أن يصلى بالناس ثلاثا وأمر بأن يجعل للناس طعاماً فلما رجعوا من الجنازة جاءوا وقد وضعت الموائد فأمسك الناس عنها للحزن الذي همّ فيه فجاء العباس بن عبد المطلب فقال: ياأيها الناس قد مات رسول الله صلي الله عليه وسلم فأكلنا بعده وشربنا ومات أبوبكر فأكلنا بعده وشربنا أيها الناس كلوا من هذا الطعام فمد يده ومد الناس أيديهم فأكلوا رفت تأويل ذلك

 

Dari Ahnaf Bin Qays: saya mendengar Umar RA berkata: tidak akan masuk seseorang dari kaum Quraisy dari pintu kecuali masuk bersamanya orang orang, maka saya tidak tahu apa arti perkataanya sampai umar menikam, maka dia memerintahkan shuhaib untuk mensholati dengan orang orang tiga kali dan memerintahkan orang orang untuk menghidangkan makanan, maka tatkala kembali dari janazah mereka dating dan telah disiapkan meja meja, maka dia menahan orang orang dari kesedihan yang telah menimpa mereka, maka dating Abbas Bin Abdul Mutholib seraya berkata: “wahai manusia telah meninggal Rasulullah SAW dan kita makan dan minum setelahnya, dan telah meninggal Abu Bakar RA. Dan kita makan dan minum sesudahnya, wahai manusia makanlah dari makanan makanan ini, maka dia mengulurkan tangannya dan orang orang mengulurkan tangan tangan mereka, maka mereka makan dan saya tahu apa arti dari itu semua

 

Berikut kami paparkan Perkataan ulama’- ulama’ salaf tentang hidangan makanan selama 7 hari

 

Dari kitab Tuhfah Al Minhaj juz 3 hal 207 – 208.

 

قال الإمام النووي: في كتابه المنهاج (و- يسن- لجيران أهله تـهيئة طعام يشبعهم يومهم وليلتهم ويحرم تـهيئته للنائحات)

Imam Nawawi berkata dalam kitabnya Al Minhaj: dan disunnahkan bagi tetangga si ahli mayyit untuk menghidangkan makanan yang mengenyangkan di siang hari dan malam harinya, dan diharamkan menghidangkan makanan bagi para peratap.

 

قال شارحه إبن جحر الهيتمي في تحفة المحتاح: لأنه إعانة علي معصية ، وما اعتيد من جعل أهل الميت طعاما ليدعوا الناس عليه بدعة مكروهة

 

dan berkata pen-Syarah  kitab ini Ibnu Hajar Al Haytami dalam kitab Tuhfah Al Muhtaj: karena menghidangkan makanan bagi para peratap adalah maksiat, dan hal yang seperti itu telah menjadi kebiasaan / adat kaum jahiliyah menghidangkan makanan yang bertujuan untuk mengundang orang orang supaya berkumpul semata dirumahnya adalah bid’ah yang dibenci.

 

Perhatikan kata “ untuk mengundang orang orang untuk berkumpul semata dirumahnyayang dimaksudkan disini adalah  hanya berkumpul semata karena ada makanan, dan yang seperti itu adalah adapt kaum jahiliyah.

 

Dari kitab Al Hawi Lil Fatawa juz 2 hal 183, Imam Suyuthi berkata:

 

قال الحافظ السيوطي: أن سنة الإطعام سبعة أيام بلغني أنـها مستمرة إلي الآن بمكة والمدينة ، فالظاهر أنـها لم تترك من عهد الصحابة إلي الآن ، وأنـهم أخذوها خلفا عن سلف إلي الصدر الأول

 

Berkata imam Al Hafid As Suyuthi: bahwasanya kesunnahan memberi makan selama 7 hari telah sampai kepada telah berlangsung terus menerus sampai sekarang di Makkah dan Madinah, maka dhohirnya belum ditinggalkan dari masa Sahabat sampai sekarang, (masa Imam Suyuthi) dan bahwa mereka mengambilnya dari kaum salaf sampai zaman pertama

 

Dari pemaparan kami diatas tentang Hadits, Atsar Sahabat, kita mendapat bahwasanya dalil kami yang membolehkan hidangan dalam acara kematian bertentangan dengan Atsar Jarir Bin Abdullah yang melarang hidangan dalam kematian. “kita melihat bahwasanya menghidangkan makanan dalam ahli mayyit adalah bagian dari ratapan Lantas bagaimana sikap kita terhadap kedua dalil yang bertentangan ini? Menurut ilmu Mustholah Hadits, jika ada 2 dalil yang bertentangan jika memungkinkan untuk dikumpulkan (jama’) maka dalil tersebut harus dikumpulkan (dijama;), Berikut keterangan dari Syeikh Abdul Qodir Syeikh Muhammad Matan dalam kitab Al Bayan Fi Ahkamil Mauta Wal Qubur cetakan moqdisyo Somalia tahun 2006 tentang mengumpulkan (jama’) antara dalil kami dan Atsar Jarir bin Abdullah

 

أمـّا المنع الوارد: في حديث جرير بن عبد الله البجلي (كنا نعد الإجتماع لأهل الميت وصنعهم الطعام من النياحة) رواه أحمد وابن ماجه ، فمخصوص في تـهيئة الطعام للنائحات أو لقصد مجرد الإجتماع للطعام أو للمعزين فقط ، أو من تركة الميت قبل قسمتها ، لا لقصد التصدق عن الميت التي أجمعت عليه الأمة بغير قيد بوقت معين ، بل في كل وقت وحين عقب الدفن أو بعده ، ومعلوم كما تنص القاعدة المشهورة (أن الأمور بمقاصدها) لقوله صلي الله عليه وسلم ( إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرإ ما نوي) رواه الشيخان وأصحاب السنن .

 

Adapun larangan yang terdapat dalam atsar Jarir Bin Abdullah (kita melihat bahwasanya berkumpul pada ahli mayyit dan menghidangkan makanan adalah bagian dari ratapan)  dikhususkan hanya untuk makanan yang dihidangkan untuk para peratap, atau hanya untuk berkumpul kumpul karena makanan, atau diambil dari harta warisan si mayyit sebelum dibagi, bukan dengan maksud shodaqoh dari mayyit yang telah di ijma’kan oleh umat tentang kesunnahannya tanpa terikat waktu., bahkan setiap waktu meskipun itu sesudah dikuburkannya mayyit atau belum. Dan sebagaimana qaidah yang berlaku, (segala perkara adalah tergantung niatnya) berdasarkan sabda Rasulullah SAW. “Bahwasanya segala amal perbuatan itu adalah tergantung pada niatnya)

 

Kesimpulannya hokum dari metode Mengumpulkan dua dalil yang bertentangan diatas::

Menghidangkan makanan dalam acara kematian Jika diniati shodaqoh dan pahalanya dihadiahkan untuk si mayyit hukumnya sunnah  dasar hukumnya adalah Hadits Nabi, Atsar Sahabat, dan perkataan ulama yang tersebut pada dalil dalil kami, namun menghidangkan makanan jika diniati untuk para peratap, untuk mengundang tetangga dan supaya berkumpul semata seperti adat kaum jahiliyyah. Maka hal ini jelas tidak boleh dasar hukumnya adalah dalilnya saudara kita yaitu atsar Jarir Bin Abdullah, sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Nawawi diatas.

 

Demikianlah hasil jama’ (mengumpulkan) antara kedua dalil yang bertentangan, sebagaimana dalam ilmu Mustholah Hadits, jikalau ada dua hadits yang bertentangan maka jika memungkinkan maka dua hadits tersebut harus di Jama’ (dikumpulkan/digabung jadi satu) namun jika tidak mungkin, maka harus diketahui mana yang Nasikh dan mana yang Mansukh, dan jikalau tidak mungkin maka didahulukan Ayat Al Qur’an, baru Hadits Mutawatir, kemudian Hadits Shohih, Hadits Hasan dst. Sementara dari pemaparan diatas jelas bahwasanya atsar Jarir Bin Abdullah dan Hadits Nabi diatas mungkin untuk dikumpulkan sebagaimana yang anda lihat diatas.

 

Jika saudaraku masih bingung tentang kaidah mengumpulkan dua Hadits yang bertentangan dibawah ini kami berikan contoh hukum Syariat Islam yang disarikan dari mengumpulkan dua hadits yang bertentangan:

 

  1. Rasulullah melarang umatnya buang air besar / kecil menghadap atau membelakangi kiblat, sementara ada hadits yang menunjukkan bahwasanya Rasulullah pernah buang air besar / kecil dengan menghadap atau membelakangi kiblat namun di tempat tertutup. Kesimpulan hukum: dilarang buang air menghadap atau membelakangi kiblat ditempat terbuka, dan boleh buang air menghadap atau membelakangi kiblat di tempat tertutup seperti di Wc / Toilet
  2. Atsar Jarir bin Abdullah melarang hidangan makanan dalam kematian karena yang seperti itu adalah bagian dari ratapan dan adat kaum Jahiliyyah, sementara ada Hadits Nabi dan Atsar Sahabat lain yang menunjukkan bahwa mereka juga pernah menghidangkan makanan dalam acara kematian, kesimpulan hokum : Haram menghidangkan makanan bagi para peratap dan semata mengundang orang orang supaya berkumpul dirumahnya guna meratapi si mayyit sebagaimana adat jahiliyah, dan sunnah menghidangkan makanan jika diniati sodaqoh dan pahalanya dihadiahkan untuk si mayyit, dan mengundang untuk mendoakan si mayyit.

by: galangahmad

Topic: APAKAH HIDANGAN MAKANAN DALAM TAHLILAN DILARANG?

No comments found.

New comment