Sana`a (ANTARA News) - Musim panas, bagi sebagian warga Teluk kaya minyak adalah musim liburan panjang untuk menghilangkan kerutinan sehari-hari terutama di kalangan karyawan dan pegawai.

Pada musim panas tersebut, jutaan warga Teluk menghabiskan masa liburan panjang mereka di luar negeri. Sebagian menghabiskan masa liburan bersama keluarga, sebagian lainnya lebih memilih berlibur sendiri.

Bagi sebagian pria yang berlibur tanpa keluarga, kesepian selama masa liburan dimanfaatkan untuk menikah dengan gadis-gadis negara tujuan berlibur. Cara ini diyakini sebagai upaya menghindar dari prostitusi.

Sebagian lainnya memang sengaja mencari pendamping untuk selanjutnya dibawa pulang ke Saudi untuk mendapatkan kewarganegaraan setempat.

Maka tidak heran bila, masa liburan musim panas tersebut memunculkan fenomena pernikahan musiman antara sebagian warga Arab dengan wanita-wanita di negara tempat berlibur.

Para makelar di negara tujuan yang paham dengan kebiasaan sebagian wisatawan Arab tersebut pada "berebutan" mencarikan wanita pilihan untuk dijadikan istri, tentunya dengan imbalan materi
menggiurkan.

Gejala kawin musiman tersebut akhir-akhir ini mengkhawatirkan banyak pihak karena dicurigai banyak di antara makelar yang menjadi mafia untuk mencari keuntungan materi semata.

Di Arab Saudi misalnya, sebuah lembaga partikelir "Awashir" memperingatkan para wisatawan Saudi yang berlibur di manca negara untuk mewaspadai para mafia prostitusi berkedokan perantara nikah.

"Sebagian besar makelar nikah yang menunggu di bandara dan hotel itu adalah mafia yang berlatar belakang mucikari," kata keterangan pers lembaga itu seperti dikutip media setempat, Minggu (29/7).

Ketua Lembaga Awashir, Abdullah Al-Hamoud menghimbau semua pihak untuk mengatasi nikah musiman tersebut. "Kita memerlukan bantuan semua pihak untuk mengatasi gejala ini," katanya seperti dikutip harian Al-Sharqul Awsat.

Penyakit Bahaya

Ia menjelaskan bahwa sebagian warga negeri kaya minyak itu yang menikah dengan gadis-gadis asing di tempat tujuan wisata terjangkit penyakit berbahaya karena sebelum melangsungkan pernikahan tidak dilakukan cek medis.

"Sebagian wisatawan kita yang menikah cepat dengan gadis asing tanpa melalui cek medis terhadap calon istri, terjangkit AIDS dan hepatitis dengan berbagai tingkatan," papar Al-Hamoud lagi.

"Karena itu, sebagai salah satu bentuk tanggung jawab nasional, kami mengingatkan warga Saudi agar waspada terhadap para makelar karena sebagian besar mereka berlatarbelakang mucikari pelacuran,"
katanya.

Lembaga yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan itu, menganjurkan wisatawan negeri petrodollar itu yang "kebelet" ingin menikah dengan gadis di negara tujuan wisata untuk terlebih dahulu menghubungi kedutaan Saudi di negara setempat.

"Pengarahan dari kedutaan Saudi penting bagi mereka yang ingin menikah dengan gadis setempat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," pesan lembaga itu.

Selain itu, juga menganjurkan mereka yang ingin menikah untuk menanyakan pengalaman warga Saudi lainnya yang telah berhasil menikahi gadis asing agar tidak salah pilih penghubung.

Kredit

Lembaga tersebut juga mengingatkan warga negeri itu yang menikah dengan gadis-gadis asing akan dampak ekonomis. "Menikah dengan gadis asing ibarat membeli barang secara kredit (angsuran)".

Pada awalnya biaya murah, namun lambat laun biaya akan membengkak karena harus memenuhi permintaan dari para istri di seberang yang tidak henti-hentinya.

"Ibaratnya sang suami dijadikan ATM yang uangnya harus selalu diisi," paparnya.

Belum lagi harus memikirkan aneka hadiah buat keluarga sang istri bila berkunjung ke negara asal istri mereka. "Alhasil biaya menikah dengan gadis asing sebenarnya lebih mahal".

Awashir juga mengingatkan dampak sosial dari pernikahan lintas negara tersebut terutama yang memiliki adat dan tradisi berbeda. Diantaranya adalah makin meningkatnya angka perawan tua di kalangan gadis setempat.

Perbedaan tradisi menyulitkan komunikasi berimbang antara suami-istri sehingga banyak perkawinan yang berakhir dengan perceraian. "Anak-anak mereka yang menanggung akibatnya".

Apabila perceraian terjadi, anak-anak mereka menghadapi kesulitan dalam mengikuti tradisi ayahnya karena terbiasa dengan tradisi sang ibu. "Mereka akhirnya menghadapi konflik tradisi".

Selain itu, lanjut lembaga tersebut mengingatkan bahwa perceraian membuat para anak yang tinggal bersama ayah mereka di Saudi kehilangan kasih sayang ibu. Karena biasanya sang ibu tidak lagi atau sangat jarang menengok anaknya di Saudi.

Meskipun berbagai dampak tersebut, kelihatannya masih banyak juga pria negeri kaya minyak itu yang tetap ingin menikahi gadis asing dengan harapan dapat mengupayakan untuk mendapat kewargaan Saudi.

Mungkin benar kata sebuah ungkapan bahwa cinta tidak mengenal batas negara dan ras. Bila cinta telah melekat maka gadis negara manapun siap "didekap". (*)