Istawa Dalam Tafsir Imam al-Qurthubi

13/10/2012 15:03


Mulia dengan Manhaj Salaf adalah selogan yang agung dan benar adanya, namun ketika fakta nya mereka yang mereka yang selalu mengagung-agungkan manhaj Salaf, pada kenyataan nya mereka sendiri sangat bertentangan dan jauh menyimpang dari Manhaj Salaf, mereka hanya membanggakan diri, tapi tidak ada yang bisa dibanggakan dari mereka, tidak mungkin ada kemuliaan pada dua sisi yang saling bertentangan, itulah gambaran bagi para pengikut Manhaj Wahabi, Manhaj Salaf versi mereka adalah Manhaj mereka sendiri, tidak ada hubungan dengan Manhaj Salaf nya para ulama Salaf, ini salah satu buktinya :
Imam al-Qurthubi menuliskan dalam Tafsir nya sebagai berikut :

وهذه الآية من المشكلات، والناس فيها وفيما شاكلها على ثلاثة أوجه، قال بعضهم : نقرؤها ونؤمن بها ولا نفسرها؛ وذهب إليه كثير من الأئمة، وهذا كما روي عن مالك رحمه الله أن رجلاً سأله عن قوله تعالى ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَى,قال مالك : الاستواء غير مجهول، والكيف غير معقول، والإيمان به واجب، والسؤال عنه بدعة، وأراك رجل سَوْء! أخرجوه. وقال بعضهم : نقرؤها ونفسّرها على ما يحتمله ظاهر اللغة. وهذا قول المشبّهة. وقال بعضهم : نقرؤها ونتأوّلها ونُحيل حَمْلها على ظاهرها

“Dan ayat ini sebagian dari ayat-ayat yang sulit, Dan manusia pada ayat ini dan pada ayat-ayat sulit lainnya, ada tiga (3) pendapat : Sebagian mereka berkata : “kami baca dan kami imani dan tidak kami tafsirkan ayat tersebut, pendapat ini adalah pendapat mayoritas para Imam, dan pendapat ini sebagaimana diriwayatkan dari Imam Malik –rahimahullah- bahwa seseorang bertanya kepada nya tentang firman Allah taala (Ar-Rahman ‘ala al-‘Arsyi Istawa), Imam Malik menjawab : Istiwa’ tidak majhul, dan kaifiyat tidak terpikir oleh akal (mustahil), dan beriman dengan nya wajib, dan bertanya tentang nya Bid’ah, dan saya lihat anda adalah orang yang tidak baik, tolong keluarkan dia”. Dan sebagian mereka berkata : “kami bacakan dan kami tafsirkan menurut dhohir makna bahasa (lughat)”, pendapat ini adalah pendapat Musyabbihah (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk). Dan sebagian mereka berkata : “kami bacakan dan kami Ta’wil dan kami berpaling dari memaknainya dengan makna dhohir”.[Tafsir al-Qurthubi. Surat al-Baqarah ayat 29]
Perhatikan scan kitab di bawah ini




Imam al-Qurthubi sangat shorih dalam menafsirkan ayat tersebut, dan beliau juga sangat telilti dalam menjelaskan metode dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, dan kita tahu bagaimana aqidah Imam al-Qurthubi, mari kita pahami syarahan dari Imam al-Qurthubi di atas.
وهذه الآية من المشكلات
“Dan ayat ini sebagian dari ayat-ayat yang sulit”
Maksudnya : Ayat tersebut termasuk dalam bagian ayat-ayat yang sulit, yaitu yang sering disebut dengan ayat-ayat Mutasyabihat, memahami ayat ini tidak segampang memahami ayat lain, menandakan ada “sesuatu” pada ayat tersebut, karena memahami ayat ini dengan metode yang sama dengan ayat lain, akan membuat seseorang terjebak dalam aqidah Tasybih, maka nya Imam al-Qurthubi mengatakan bahwa ayat tersebut termasuk dalam ayat yang sulit, dan tertolaklah anggapan sebagian orang yang menyangka semua ayat mudah dan ditafsirkan dengan cara yang sama.
والناس فيها وفيما شاكلها على ثلاثة أوجه
“Dan manusia pada ayat ini dan pada ayat-ayat sulit lainnya, ada tiga (3) pendapat”
Maksudnya : Setelah melakukan penelitian, Imam al-Qurthubi mendapati ada tiga macam pendapat atau metode dalam memahami ayat-ayat Mutasyabihat, tiga pendapat ini masih secara keseluruhan, mana yang benar dan mana yang sesat, insyaallah akan kita pahami nantinya.
قال بعضهم : نقرؤها ونؤمن بها ولا نفسرها
“Sebagian mereka berkata : kami baca dan kami imani dan tidak kami tafsirkan ayat tersebut”
Maksudnya : Pendapat pertama adalah mereka yang membaca dan beriman dengan kata yang datang dari Al-Quran dengan tidak mentafsifkan nya, mereka memperlakukan kata tersebut sebagaimana datang nya tanpa mentafsirkan nya dengan kata lain yang sama artinya, metode mereka adalah tidak mentafsirkan baik dengan makna dhohir atau makna Ta’wil, baik dalam membaca atau mengungkapkan nya atau pun dalam mengimani nya, mereka bukan mengimani makna nya karena mereka tidak mentafsirkan nya, inilah yang disebut Tafwidh atau Ta’wil Ijmali, maka disini jelas kesalahan orang yang mengatakan bahwa Tafwidh adalah Tafwidh kaifiyat bukan Tafwidh makna maksud.
وذهب إليه كثير من الأئمة
“pendapat ini adalah pendapat mayoritas para Imam”
Maksudnya : Metode di atas adalah metode mayoritas Ulama, yaitu metode Tafwidh makna maksud, dan beriman dengan mengungkapkan dengan kata yang datang dari Al-Quran tanpa mentafsirkan nya dengan kata lain yang sama makna nya. Dan Imam al-Qurthubi tidak membedakan antara Ulama Salaf dan Ulama Khalaf, artinya metode tersebut bukan hanya metode Ulama Salaf, karena Ulama Khalaf pun ada yang berpegang dengan metode ini, dan Ulama Salaf pun ada yang tidak tetap atas metode ini pada sebagian ayat Mutasyabihat.

وهذا كما روي عن مالك رحمه الله أن رجلاً سأله عن قوله تعالى ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَى

”dan pendapat ini sebagaimana diriwayatkan dari Imam Malik –rahimahullah- bahwa seseorang bertanya kepada nya tentang firman Allah taala (Ar-Rahman ‘ala al-‘Arsyi Istawa)”
Maksudnya : Imam al-Qurthubi memahami metode ini dari sebuah riwayat bahwa Imam Malik ditanyakan oleh seseorang tentang ayat (Ar-Rahman ‘ala al-‘Arsyi Istawa), dari jawaban Imam Malik terhadap orang itu, Imam al-Qurthubi memahami bahwa Imam Malik dalam bab Mutasyabihat bermanhaj Tafwidh, yaitu tidak mentafsirkan  atau tidak menterjemahkan kapada satu makna tertentu, tapi menetapkan kata tersebut sebagaimana adanya, baik dalam bacaan atau ungkapan atau pun dalam mengimani nya. Lihatlah bagaimana perbedaan mendasar antara apa yang dipahami oleh Imam al-Qurthubi dan apa yang dipahami oleh kaum Salafi Wahabi, lebih celakanya lagi Salafi Wahabi menyandarkan pemahaman mereka yang sangat jauh melenceng itu kepada Imam Malik dan para ulama Salaf lain nya.

قال مالك : الاستواء غير مجهول، والكيف غير معقول، والإيمان به واجب، والسؤال عنه بدعة، وأراك رجل سَوْء! أخرجوه

“Imam Malik menjawab : Istiwa’ tidak majhul, dan kaifiyat tidak terpikir oleh akal (mustahil), dan beriman dengan nya wajib, dan bertanya tentang nya Bid’ah, dan saya lihat anda adalah orang yang tidak baik, tolong keluarkan dia”
Maksudnya : Imam Malik menjawab bahwa lafadz Istiwa’ tidak majhul, ada dua versi dalam memahami perkataan ini, pertama : Tidak majhul artinya lafadh Istawa ma’lum karena telah datang dalam Al-Quran, kedua : Tidak majhul artinya makna lughat Istawa ma’lum dari bahasa Arab, namun kedua versi tersebut tidak saling bertentangan karena sepakat bahwa Imam Malik tidak mentafsirkan nya kedalam makna lughat atau makna dhohir, sebagaimana Imam al-Qurthubi dan Imam Ahlus Sunnah lain nya, memahami dari pernyataan Imam Malik ini bahwa Imam Malik memberlakukan lafadh tersebut sebagaimana datang nya tanpa mentafsirkan nya dengan satu makna maksud, jadi jelaslah bahwa maksud “tidak majhul” adalah bukan maklum makna maksud (makna murad). Selanjutnya Imam Malik berkata : dan kaifiyat nya tidak ma’qul, artinya kaifiyat nya mustahil pada Allah, bukan hanya sebatas tidak diketahui oleh manusia, artinya Allah taala tidak bersifat dengan kaifiyat, sementara Salafi Wahabi meyakini Allah bersifat dengan kaifiyat tapi tidak ada dalil, dan mereka mentafwidh kaifiyat nya, bukan meniadakan kaifiyat nya sebagaimana aqidah ahlus sunnah waljama’ah. Selanjutnya Imam Malik berkata : dan beriman dengan nya wajib, artinya beriman dengan kata Istawa wajib hukum nya, dan kafirlah siapa pun yang mengingkari Istawa, tapi bukan beriman dengan “Bersemayam” atau dengan makna lughat Istawa lain nya, karena tidak pernah mentafsirkan kata Istawa, jadi di sini pun maksudnya adalah beriman dengan kata Istawa bukan dengan makna lughat Istawa. Selanjutnya Imam Malik berkata : dan bertanya tentang nya adalah Bid’ah, menunjukkan ini adalah pembahasan baru yang tidak ada dimasa Rasulullah, lalu Imam Malik meminta agar orang tersebut dikeluarkan karena beliau melihat ia tidak bermaksud baik.
وقال بعضهم : نقرؤها ونفسّرها على ما يحتمله ظاهر اللغة
“Dan sebagian mereka berkata : kami bacakan dan kami tafsirkan menurut dhohir makna bahasa (lughat)”
Maksudnya : Pendapat kedua adalah sebagian orang dalam bab Mutasyabihat memilih metode membaca lalu mentafsirkan atau menterjemahkan ke dalam arti bahasa, inilah hakikat Manhaj Salafi Wahabi, tentunya sangat jelas perbedaan metode mereka dengan metode Imam malik di atas, walau pun mereka sandarkan metode mereka kepada metode Ulama Salaf, mereka tidak menyadari ada bahaya besar di balik metode mereka, dan mereka tidak akan pernah sadar telah berpaling dari aqidah Salaf, selama mereka menyangka bahwa metode mereka sama dengan metode Salaf.
وهذا قول المشبّهة
“pendapat ini adalah pendapat Musyabbihah (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk)”
Maksudnya : Metode menterjemahkan ayat-ayat Mutasyabihat ke dalam arti lughat adalah metode kaum Musyabbihah dulu, artinya dengan berpegang dengan metode ini maka dengan sendiri nya sudah termasuk dalam Musyabbihah (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), karena dalam metode tersebut tersimpan Tasybih. Manhaj inilah yang didakwahkan oleh Salafi Wahabi atas nama Tauhid, tapi ternyata Tauhid yang mereka tegakkan hanyalah Tauhid Musyabbihah. Dan dari pernyataan ini dapatlah diketahui bahwa Imam al-Qurthubi tidak setuju dengan metode ini, dan dari tiga macam metode yang ada hanya metode ini yang tidak berjalan atas Manhaj Ahlus Sunnah Waljama’ah.
وقال بعضهم : نقرؤها ونتأوّلها ونُحيل حَمْلها على ظاهرها
“Dan sebagian mereka berkata : kami bacakan dan kami Ta’wil dan kami berpaling dari memaknainya dengan makna dhohir”
Maksudnya : Pendapat ketiga adalah sebagian orang yang memilih metode membaca lalu menta’wil  atau mentafsirkan nya dengan makna yang layak dengan kesempurnaan Allah, bukan dengan makna lughat, dan dari pernyataan ini dapat diketahui bahwa Imam al-Qurthubi tidak mencela metode ini, dan menghargainya selayak nya sebuah khilafiyah, dan Imam al-Qurthubi juga mengatakan bahwa metode ini bukan Manhaj Salaf atau bahkan bertentangan dengan Manhaj Salaf, karena sebagian Salaf juga melakukan Ta’wil pada sebagian ayat Mutasyabihat, cuma mayoritas Ulama lebih memilih metode pertama di atas dari metode ini.
Hasbunallah wa ni’mal wakil, semoga Salafi Wahabi segera kembali ke Hakikat Manhaj Salaf di atas, bukan hanya di bibir saja tapi mati-matian membela Manhaj Musyabbihah Mujassimah, sementara Manhaj Salaf terlepas dari mereka. Wallahu a’lam

 

red :v-e-alouisci

Topic: Istawa Dalam Tafsir Imam al-Qurthubi

No comments found.

New comment